1. Pengertian
Model Pembelajaran Kontekstual
Selama ini
pembelajaran mayoritas berpusat pada guru dengan metode ceramah. Guru mendominasi
seluruh aspek pembelajaran dan siswa hanya sebagai objek yang pasif dan tidak
kreatif. Pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan dengan orientasi pencapaian
siswa, sehingga muara akhir hasil pembelajaradinamisenak.blogspot.comn yakni meningkatnya kompetensi
peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Pembelajaran
sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan yang diberikan
hendaknya ada hubungan yang erat dengan pengalaman nyata siswa sesungguhnya.
Suatu program pembelajaran yang bukanlah sekedar suatu kumpulan mata pelajaran, namun lebih dari itu. Banyak
hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program pembelajaran antara lain
peran guru, hakikat pengajaran dan pembelajaran dan misi sekolah dalam
masyarakat.
Menurut Nurhadi
(dalam Rusman 2013: 189) mengatakan bahwa kontekstual merupakan “konsep belajar yang dapat membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.
Dalam kegiatan
belajar mengajar siswa guru memberikan suatu respect dalam menyampaikan materi agar siswa dapat memahami untuk
menumbuhkan rasa pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif serta
siswa didorong untuk bertanya untuk mengetahui sesuatu mengarahkan siswa untuk
memperoleh sesuatu informasi juga
menemukan fenomena yang ditemukan siswa dimana siswa dapat menilai dan
mengumpulkan data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang
perkembangan pengalaman belajar siswa. Kemudaian menurut Rusman, (2013: 190)
pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan
fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan
pengalaman belajar yang bersifat konkkrit (berkaitan dengan kehidupan nyata)
melaui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan dan mengalami
sendiri.
Sejalan dengan
pendapat diatas Trianto (2008: 17) mengemukakan pembelajaran Kontekstual adalah
“suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan
dan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara”.
Selanjutnya menurut Elaine B. Jochson (Dalam Rusman 2012:187) mengatakan Sistem Kontekstual adalah sebuah
proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
Kontekstual
merupakan akronim dari (contextual
theaching and learning CTL), yang berlandaskan filosofis (CTL) bahwa belajar
tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun
pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau yang mereka alami
dalam kehidupannya.
Berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah keterkaitan pembelajaran dengan situasi dunia
nyata untuk memperluas wawasan pengetahuan siswa untuk diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Kontekstual
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme
(constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.
Dengan
dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi"
bukan "menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda
dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil
pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh"
lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut menurut
pendapat Masnur Muslich (2007 : 44) dikatakan :
1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi
siswa,
2) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka
sendiri dalam belajar.
Pengetahuan
tumbuh berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan
semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget,
manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang
masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi
beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan
disimpan dalam kotak yang berbeda. setiap pengalaman baru dihubungkan dengan
kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur
pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara , yaitu asimilasi atau akomodasi.
asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar
struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan
yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya
pengalaman baru.
Pada umumnya
kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu
ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa praktek mengerjakan
sesuatu, berlatih secara fisik menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan
dan ide.
b.
Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan
hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya
menemukan, telah lama diperkenalkan dalam pembelajaran inquiry dan discovery (mencari dan menemukan). Unsur dari kedua
pembelajaran kontekstual secara prinsip tidak banyak perbedaan yang intinya
sama yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara
individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan
pengalaman masing-masing.
c. Bertanya (Questioning).
Questioning
merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan
menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu
menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan
perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya,
Menurut Rusman (2013: 195) sebuah pembelajaran yang produktif,
kegiatan bertanya berguna untuk sebagai
berikut :
1) menggali informasi, baik administrasi
maupun akademis
2) mengecek pemahaman siswa
3) membangkitkan respon kepada siswa
4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa
6) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu
yang dikehendaki
guru
7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari
siswa
8) Menyegarkan kembali pengetahuan yang
telah dimiliki siswa
Hampir pada
semua aktivitas belajar, questioning
dapat diterapkan; antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara
siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas,. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika
siswa berdiskusi, bekerja kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati.
Kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".
d.
Masyarakat Belajar (learning
community)
Konsep ini
merupakan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang
lain. Hal ini bearti bahwa hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman
antar kelompok dan antara yag tahu
kepada yang tidak tahu baik didalam maupun diluar kelas. Karena inti
pembelajaran yang dikemas dalam berdikusi kelompok yang anggotanya heterogen
dengan jumlah bervariasi, sangat mendukung komponen pembelajaran masyarakat
belajar ini.
e.
Pemodelan (Modelling)
Konsep pedekatan ini merupakan bahwa
pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bias
ditiru oleh siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh materi yang
disampaikan dan dimodelkan oleh siswa atau juga didatangkan dari luar yang ahli
dibidangnya. Cara pembelajaran seperti ini akan lebih cepat dipahami siswa
daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa
ditunjukkan modelnya atau contohnya.
f.
Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian
terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah perenungan
kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru
saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman
yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika
diperlukan, merupa pegayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar
ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.
g.
Penilaian Sebenarnya (Aunthentic Assesment).
Assessment
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui
oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa
mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan
yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang
kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment
tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada
kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) ulangan / ujian nasional , tetapi
dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
pembelajaran.
Data
dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment)
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar
memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa gar mampu mempelajari (learning how to learn) bukan ditekan
pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
proses pembelajaran.
Kemudian belajar dinilai dari proses,
bukan melalui hasil. Ketika guru mengajarkan
sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus, dialah yang memperoleh
nilai tinggi. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi)
yang diperoleh siswa.
Penilaian tidak hanya guru, tetapi
bisa juga teman lain atau orang lain. Menurut Masnur Muslich
(2007;47) Karakteristik autentic
assessment sebagai berikut :
1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung
2) Bisa digunakan untuk formatif maupun
sumatif
3) Yang diukur keterampilan dan performansi,
bukan mengingat fakta.
4) Berkesinambungan
5) Terintragrasi
6) Dapat digunakan sebagai feed back
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar
menilai hasilbelajar siswa :
1) Proyek/kegiatan dan laporannya
2) PR
3) Kuis
4) Karya Tulis
5) Presentasi atau penampilan siswa
6) Demonstrasi
7) Laporan
8) Jurnal
9) Hasil tes tulis
10) Karya tulis
3.
Langkah-Langkah Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual
Dibawah ini dikemukan langkah-langkah penggunaan pendekatan
kontekstual menurut Rusman (2013: 192) yaitu :
a) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan
kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara belajar sendiri, menemukan
sendiri dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan
dimilikinya.
b) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
c) Mengembangkan sifat ingin tau siswa melalui
memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
d) Menciptakan masyrakat belajar, seperti melaui
kegiatan kelompok, berdiskusi tanya jawab dan lain sebagainya.
e) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran,
bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.
f) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari
setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
g) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai
kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar