Menurut Majid (2014: 2)
mengemukakan maksud dari
model pembelajaran adalah “kerangka
konseptual dan prosedur
yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar
tertentu”. Trianto (2007:2)
menyebutkan bahwa:
Model
pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media komputer.
Selanjutnya menurut Joyce & Weil dalam Rusman
(2013:133) “Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain”. Arends dalam
Suprijono (2009:46) mengatakan “Model pembelajaran ialah mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas”.
Menurut Soekamto dan Winataputra (1995:78) mengungkapkan bahwa:
Model
pembelajaran adalah sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar.
Joyce (Isjoni,2009:50) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pola atau pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan dalam menentukan suatu perangkat
termasuk buku-buku, film, komputer, kurikulum.
Pendapat
di atas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas yang mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas untuk mempermudah
proses pembelajaran sehingga
mencapai tujuan
belajar tertentu. Dengan
demikian, merupakan hal
yang sangat penting bagi
para pengajar untuk
mempelajari dan menambah
wawasan tentang model
pembelajaran yang telah
diketahui. Karena dengan
menguasai beberapa model
pembelajaran, maka seorang
guru akan merasakan
kemudahan didalam melaksanakan
pembelajaran di kelas, sehingga
tujuan pembelajaran yang
hendak kita capai
dalam proses pembelajaran
dapat tercapai dan
tuntas sesuai yang diharapkan.
2. Pengertian
Model Pembelajaran Time Token
Model Time
Token diperkenalkan oleh Arends pada tahun 1998. Menurut Suyatno
(2009:76) Model pembelajaran Time Token digunakan
untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak
mendominasi pembicaraan”. Aqib (2013:33) “Model pembelajaran ini merupakan struktur
yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial”. Suherman (2009: 11) “Model time token (tanda waktu) adalah model yang pertama kali digunakan
oleh Arends
pada tahun 1998 untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa
tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali”. Suprijono (2009:
133) menyatakan
bahwa:
Alur pelaksanaannya model pembelajaran time token dimana guru
memberi sejumlah kupon berbicara
dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara,
siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap
tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan
siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi.
Siswa yang masih memegang kupon harus bicara
sampai semua kuponnya habis.
Menurut Taniredja, dkk (2014:119) “Model
pembelajaran Time Token merupakan
struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk
menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali”. Sedangkan
Menurut Miftahul huda (Huda,
2014:239-240) menyatakan bahwa:
Model pembelajaran Time Token merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan
pembelajaran demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah
proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek. Sepanjang proses belajar,
aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu
dilibatkan secara aktif. Guru berperan mengajak siswa mencari solusi bersama
terhadap permasalahan yang ditemui. Model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan
keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama
sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon
pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
pada guru. Satu kupon adalah untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat
tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis
kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara
sampai semua kuponnya habis.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Model
pembelajaran Time Token merupakan
salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran demokratis di sekolah,
dimana digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial serta melibatkan siswa
secara aktif dalam proses
belajar mengajar sehingga dapat
menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
3. Langkah-Langkah
Model Pembelajaran Time Token
Menurut
Huda (2014:240), adapun langkah-langkah dari model pembelajaran Time Token ini adalah sebagai berikut
a. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.
b. Guru
mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal
c. Guru memberi
tugas pada siswa.
d. Guru memberi
sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.
e. Guru meminta
siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi
komentar. Satu Kupon untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat tampil lagi
setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak
boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua
kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
f. Guru memberi
sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan tiap siswa dalam berbicara
4.
Mengenal Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran Time
Token
Model pembelajaran Time Token merupakan model
pembelajaran yang bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi
mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi dalam menyampaikan pendapat
mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain. Menurut Huda
(2014:241), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Time Token adalah sebagai berikut:
Kelebihan model pembelajaran Time Token adalah:
a. Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan
partisipasinya.
b. Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama
sekali
c. Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
d. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
(aspek berbicara).
e. Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
f. Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling
mendengarkan, berbagi, memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik.
g. Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang
lain.
h. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari
solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
i. Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Disamping kelebihan yang
dimilikinya, model pembelajaran time
token memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
a. Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu
saja.
b. Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya
banyak.
c. Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam
proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai
jumlah kupon yang dimilikinya.
d. Siswa yang memiliki banyak pendapat akan sulit
mengutarakan pendapatnya karena waktu yang diberikan terbatas.
5. Manfaat Model Time Token
Menurut
Wena, M. (2009: 190-192) mengemukakan manfaat model time token adalah:
a. Mengembangkan
keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama
sekali. Di mana dalam pembelajaran ini, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan
pembicaraan, sementara yang lain tidak hanya sekadar mendengarkan melainkan
mendengarkan yang penuh konsentrasi.
b. Saling
ketergantungan positif (positive
interdependence), dalam hal ini ketergantungan dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, ketergantungan bahan
atau sumber belajar, dan ketergantungan peran.
c. Interaksi tatap
muka (face to face interaction), di
mana siswa belajar untuk tidak canggung dan tampil percaya diri dihadapan
khalayak ramai, sehingga menjadi bekal dalam interaksi sosial di masa datang.
d. Keterampilan
untuk menjalin hubungan antarpribadi, kelompok atau keterampilan sosial yang
sengaja diajarkan (use of
collarative/social skill). Di mana dalam pembelajaran yang berbentuk
kelompok kecil, maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan kemampuan
terbaiknya demi keberhasilan kelompoknya.
min referensi toko bukunya ada tidak??
BalasHapus