Model Pembelajaran Matematika Realistik
1.
Pengertian
Realistic
Mathematics Education adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang
berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika
harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa
sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses
matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Dalam matematisasi horizontal
berangkat dari dunia nyata masuk ke dunia symbol sedangkan matematisasi
vertikal berarti proses/pelaksanaan dalam dunia symbol (www.geocities.com/ratuilma/rme).
Menurut Freudenthal (Ahmad Fauzan,
2001), aktivitas pokok yang dilakukan dalam Realistic
Mathematics Education meliputi : menemukan masalah-masalah/ soal-soal
kontekstual (looking for problems),
memecahkan masalah (solving problems),
dan mengorganisir bahan ajar (organizing
a subject matter). Hal ini dapat berupa realitas-realitas yang perlu
diorganisir secara matematis dan juga ide-ide matematika yang perlu diorganisir
dalam konteks yang lebih luas. Kegiatan pengorganisasian seperti ini disebut
matematisasi.
Dalam Realistic Mathematics Education, siswa belajar mematematisasi
masalah-masalah kontekstual. Dengan kata lain, siswa mengidentifikasi bahwa
soal kontekstual harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih
dipahami lebih lanjut, melalui penskemaan, perumusan dan pemvisualisasian. Hal
tersebut merupakan proses matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi
vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika dari soal kontekstual dengan
menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku dan dipahami
siswa.(Dian Armanto, 2001).
Menurut I Gusti Putu Suharta ( 2001 :
1 ), pada artikelnya yang berjudul “Matematika Realistik : Apa dan Bagaimana” mengatakan
bahwa PMR merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan
realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran
Matematika Realistik menggunakan masalah realitik sebagai pangkal suatu
pembelajaran dan diharapkan selanjutnya siswa diberi kesempatan menerapkan
konsep – konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau masalah
dalam bidang lain.
Berdasarkan pendapat-pendapat para
ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Matematika Realistik (
PMR ) adalah suatu model pembelajaran matematika dimana pembelajarannya
menggunakan kejadian-kejadian sehari-hari sebagai dasar pembelajaran. Pada
model pembelajaran ini ditekankan pada proses pemahaman konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah pada bidang yang
lain, sehingga keaktifan siswa akan terus meningkat.
2.
Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik (
PMR ) mempunyai lima karakteristik : (1) menggunakan konteks yang real terhadap
siswa sebagai titik awal untuk belajar; (2) menggunakan model sebagai suatu
jembatan antara real dan abstrak yang membantu siswa belajar matematika pada
level abstraksi yang berbeda; (3) menggunakan produksi siswa sendiri atau
strategi sebagai sebagai hasil dari mereka ”doing
mathematics”; (4) terdapat interaksi yang terus menerus antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain juga antara siswa dengan guru; (5) keterkaitan antara
unit-unit matematika dan masalah-masalah yang ada dalam dunia ini.
3.
Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Asikin (2001 : 2), prinsip utama dalam RME adalah sebagai
berikut :
1)
Guided Reinvention Dan Progressive
Mathematization
Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana
konsep matematika ditemukan;
2)
Didactial Phenomenology
Topik-topik
matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu
aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep-konsep
matematika selanjutnya ;
3)
Self Developed Models
Peran Self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke
situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya siswa
membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.
4.
Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
1) Karena siswa membangun sendiri
pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
2) Suasana dalam proses pembelajaran
menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan
untuk belajar matematika.
3) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka
karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
4) Memupuk kerjasama dalam kelompok.
5) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan
jawabannya.
6) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat.
7) Pendidikan budi pekerti, misalnya : saling
kerja sama dan menghormati teman yang sedang berbicara.
5.
Penguasaan
Materi Ajar Realistic Mathematic
Education (RME)
Menurut
Putman (dalam Asmin, 2002 : 6-7), tujuan pengajaran matematika adalah
pencapaian transfer belajar. Salah satu aspek penting dalam pencapaian transfer
belajar matematika itu agar siswa menguasai konsep-konsep matematika dan
keterampilan RME sehingga dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah. Dari
semua aspek yang telah dikemukakan di atas, tidaklah mengherankan jika dijumpai
kenyataan bahwa penguasaan materi ajar RME dari peserta didik masih perlu
dikemas dengan lebih menarik. Lebih dari itu, adanya kenyataan bahwa peserta
didik tidak mampu menyelesaikan soal atau masalah yang sedikit saja keluar dari
kurikulum atau dari buku paket.
Menurut
Suharta (dalam Asmin, 2002 : 7), dalam pengajaran matematika realistik,
dibutuhkan upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif,
artinya pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika
;(2) fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan masalah
matematika realistik harus menetapkan aspek aplikasi dan mempertimbangkan
pengaruh proses dari matematisasi progresif; (3) mengmbangkan model-model
sendiri, artinya pemecahan masalah matematika realistik harus mampu dijembatani
melalui pengembangan model-model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang
konkrit menuju situasi abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa
untuk memecahkan masalah, dapat menciptakan kreasi dalam keprbadian siswa
melalui aktifitas di bawah bimbingan guru.
6.
Pertimbangan
Menggunakan Pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME)
Pembelajaran
matematika menggunakan realistik sebagai satu alternatif dari sekian banyak
pendekatan yang dilakukan. Meskipun tak ada cara yang terbaik dalam
pembelajaran ataupun cara belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Entwistle
(dalam Suherman, 2003 : 150), “There can
be no ‘right’ way to study or ‘best’ way to tech...”.
Menurut
Mustaqimah (dalam Asmin, 2002 :10) keunggulan Realistic Mathematics Education adalah sebagai berikut :
1) karena
siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya
;
2) suasana
dalam proses pembelajaran ;
menyenangkan karena manggunakan realitas kehidupan ;
3) siswa
merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya ;
4) memupuk
kerjasama dalam kelas ;
5) melatih
keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya ;
6) melatih
siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat
7) pendidikan
berbudi pekerti, misalnya : saling kerjasama dan menghormati teman yang sedang
berbicara.
Dikaitkan
dengan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik,
berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya, (Suherman, 2003 : 151) :
1) bagaimana “guru” menyampaikan matematika
kontekstual sebagai starting point pembelajaran ?
2) bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing,
dan memfasilitasi agar prosedur, algoritma, symbol, skema dan model, oleh siswa
mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal?
3) bagaimana “guru” memberi atau mengarahkan
kelas, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya
sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual,
sehingga tercipta berbagai macam pendekatan, atau model penyelesaian, atau
algoritma ?
4) bagaimana “guru” membuat kelas bekerja secara
interaktif sehingga interaksi diantara mereka antara siswa dengan siswa dalam
kelas kecil, dan antara anggota-anggota kelas dalam presentasi umum, serta
antara siswa dan guru?
5)
bagaimana “guru” membuat jalinan antara
topik dengan topik lain, dan antara satu simbol dengan simbol lain di dalam
rangkaian topik matematika ?
Sebuah
laporan penelitian terhadap implementasi pembelajaran matematika berdasarkan
realistik mengatakan bahwa :
1) sekurang-kurangnya
telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika ;
2) pada
umumnya siswa menyenangi matematika dengan pendekatan pembelajaran yang
diberikan dengan alasan cara belajarnya berbeda (dari biasanya),
pertanyaan-pertanyaannya menantang, adanya pertanyaan-pertanyaan tambahan
sehingga menambah wawasan, lebih mudah mempelajarinya karena persoalannya
menyangkut kehidupan sehari-hari, di kutip dari Turmudi (dalam Suherman, 2003).
Beberapa
rekomendasi hasil studi tersebut antara lain mengingat bahwa tidak ada cara
belajar dan mengajar yang terbaik, dikutip dari Nisbet (dalam Suherman, 2003 :
452), maka pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai
alternatif dalam pembelajaran matematika .
7.
Implementasi
Pembelajaran Matematika Realistik
Dalam
pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa
dibawa ke ‘situasi informal’ , Misalnya pembelajaran penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat dapat diawali dengan menjumlahkan antara siswa laki
– laki dan siswa perempuan dalam satu kelas dan untuk pengurangan, dapat
dilakukan dengan mengurangkan antara jumlah meja dengan jumlah siswa laki – laki
sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep – konsep
matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, baru dikenalkan istilah operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Ini sangat berbeda dengan
pembelajaran konvensional (bukan RME) di mana siswa sejak awal sudah dicekcoki
dengan istilah operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dan beberapa
jenis penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Jadi,
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa
dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi
konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam
bidang lain.
RME
di sekolah dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1) guru
menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari)
yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba (karena langkah
penyelesaian formal unutk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan) ;
2) guru
mengumpulkan hasil pekerjaan siswa ;
3) guru
mengoreksi hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada penghargaan terhadap
keseragaman jawaban siswa dan konstribusi siswa ;
4) guru
dapat menyuruh beberapa siswa untuk menjelaskan temuannya di dalam kelas;
5) dengan tanya jawab, guru baru menunjukan langkah
formal yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahului dengan
penjelasan tentang materi pendukungnya, (Suyitno, 2004 : 37).
B.
Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media
1.
Pengertian Media
Media diartikan sebagai suatu alat
perantara antara pemberi dan penerima pesan. Dalam proses pembelajaran pemberi
pesan adalah sumber belajar, seperti guru sedangkan sebagai penerimanya yaitu
siswa yang sedang belajar. Di lain pihak media juga dapat diartikan sebagai
perantara yang menjembatani antara tujuan belajar dan yang belajar (Marpaung,
1991:1).
Menurut Djamarah dan Aswan ( 2002 : 14
), kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang dapat diartikan dengan perantara atau pengantar. Dengan kata lain,
media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Dari pengertian – pengertian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu perantara atau pengantar antara
pemberi pesan (guru) dengan penerima pesan (siswa) dengan tujuan agar dapat
membantu merangsang perhatian, perasaan, pikiran, dan minat siswa pada saat
proses belajar terjadi.
2.
Prinsip – Prinsip Pemilihan dan Penggunaan
Berdasarkan pendapat Sudirman, dikutip
oleh Djamarah dan Aswan (2002 : 14) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori
dalam pemilihan media pengajaran, yaitu :
a.
Tujuan pemilihan
Dalam memilih media
yang digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah
pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum,
untuk sekedar hiburan, untuk pengajaran kelompok atau individu, untuk
masyarakat perkotaan atau pedesaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan
kemampuan media yang akan digunakan.
b.
Karakteristik media
pengajaran
Setiap media
mempunyai karakteristik tertentu baik dilihat dari cara pembuatan dan cara
penggunaan. Memahami karakteristik berbagai pengajaran merupakan kemampuan
dasar yang harus dimiliki oleh guru dalam kaitannya dengan ketrampilan
pemilihan media. Apabila kurang memahami karakteristik media, guru akan
menghadapi kesulitan saat menggunakannya.
c.
Alternatif pilihan
Memilih pada
hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan.
Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat
beberapa media yang diperbandingkan.
Menurut Nana, dalam Djamarah dan Aswan
(2002 :16) prinsip-prinsip penggunaan media adalah :
a) Menentukan jenis media yang tepat; artinya,
sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan
dan bahan pelajaran yang akan digunakan.
b) Menetapkan atau memperhitungkan subyek
dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai
dengan tingkat kaematangan dan kemampuan anak didik.
c) Menyajikan media dengan tepat; artinya,
teknik dan metode penggunaan media dalam penyajian haruslah disesuaikan dengan
tujuan, bahan metode, waktu dan sarana yang ada.
d) Menempatkan atau memperlihatkan media pada
waktu, tempat dan situasi yang tepat.
3.
Media Berkonteks Lokal
Media yang berkonteks lokal adalah
media yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar sekolah. Misalkan ada
salah satu sekolah yang lokasinya berada pada kawasan home industri seperti
pembuatan pernak-pernik, penjahit, dan lain sebagainya. Kita dapat membuat
suatu media untuk alat peraga dengan memanfaatkan sisa-sisa pernak-pernik atau
kain yang sudah tidak dapat terpakai lagi.
Estiningsih, dalam
Sukayati (2003:3) menyebutkan bahwa media sebagai alat peraga adalah media
pembelajaran yang mengandung atau membawa ciri-ciri dari konsep yang akan dipelajari.
Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan sifat keabstrakan dari
konsep agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang sedang
dipelajari. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi alat peraga, siswa dapat
memperoleh pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian
dalam pembelajaran matematika, media sebagai alat peraga dapat diartikan
sebagai media yang dapat mewakili suatu konsep dari matematika. Dalam hal ini
media berfungsi sebagai alat untuk menurunkan sifat abstrak dari konsep
matematika, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang sedang
dipelajari.
C.
Penjumlahan
dan Pengurangan Bilangan Bulat
1.
Pengertian
Bilangan Bulat
Bilangan
Bulat (integer) adalah suatu bilangan yang terdiri dari bilangan bulat positif
atau nol dan bilangan negatif ...,-6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4,...
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Gambar
garis bilangan
Jika
seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser ke kanan 1 satuan, maka ia berada
di titik 1. Jika seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser ke kiri sejauh 1
satuan, maka ia berada di titik -1.
Jika
seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser kekiri 2 satuan, maka ia berada
di titik -2. Sebaliknya jika seseorang berada di titik 0 dan bergeser ke kanan
2 satuan maka I berada di titik 2. Bilangan -1 disebut lawan dari 1 dan 1
disebut lawan dari -1 .Demikian juga -2 adalah lawan dari 2 dan 2 adalah lawan
dari -2.
2.
Penjumlahan
Bilangan Bulat
a.
Cara Penjumlahan
Penjumlahan
bilangan - bilangan bulat dapat ditunjukkan dengan anak – anak panah pada garis
bilangan.
Contoh :
3 + 2 = 5
5
2
3
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
Contoh 2 :
3 + (-2) = 1
1
-2
3
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
Contoh 3 :
-3 + (-2 ) = -5
-5
-2
-3
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
b.
Invers jumlah atau
lawan suatu bilangan
Pada
bilangan bulat terdapat invers jumlsh atau lawan suatu bilangan.
1)
Setiap bilangan positif
a dapat tepat dipasangkan dengan satu bilangan negatifnya, yaitu – a.
2)
Setiap bilangan negatif
– a dapat tepat dipasangkan dengan satu bilangan positifnya.
Dengan
demikian, jumlah suatu bilangan bulat dengan invers atau lawannya sama dengan
nol. Setiap anggota pasangan bilangan tersebut disebut invers tambah atau lawan
bilangannya.
c.
Sifat – sifat
penjumlahan pada bilangan bulat
1)
Penjumlahan
dua bilangan bulat berlaku sifat komutatif
(pertukaran letak)
Contoh :
a)
1 + 9 = 9 + 1 = 10
b)
8 + (-2) = (-2) + 8 = 6
2)
Penjumlahan
tiga bilangan bulat berlaku sifat Asosiatif
(Pengelompokan)
Contoh :
a)
(5 + 7) + 3 = 5 + (7 +
3) = 15
b)
(8 + (-2)) + 5 = 8 +
((-2) + 5) = 11
3)
Penjumlahan dua atau
lebih bilangan bulat menghasilkan bilangan bulat (sifat tertutup).
Contoh :
a)
a + b = c → (a,
b, dan c bilangan bulat)
b)
6 + 3 = 9 → (6,
3, dan 9 bilangan bulat)
c)
8 + (-4) = 4 → (8,
-4, dan 4 bilangan bulat)
4)
0
disebut unsur identitas pada
penjumlahan
Contoh :
a)
4 + 0 = 0 + 4 = 4
b)
-11 + 0 = 0 + -11 = -11
3.
Pengurangan
Bilangan Bulat
Pengerjaan hitung
pengurangan merupakan lawan dari pengerjaan hitung penjumlahan. Pengurangan
dapat dituliskan sebagai berikut :
a.
Cara Pengurangan
Dengan
pertolongan anak panah, kalimat penjumlahan 10 + (-7) = n, diperoleh n = 3.
Sedangkan kalimat pengurangan 10 - 7 = n, benar untuk n = 3, Jadi 10 – 7 = 3.
Dari sini diperoleh 10 – 7 = 10 + (-7). Karena -7 adalah lawan dari 7 maka
diperoleh hasil bahwa mengurangi 10 dengan 7 sama artinya dengan menambah 10
dengan lawan dari 7. Secara umum dapat dikatakan bahwa mengurangi a dengan b
sama saja dengan menambah a dengan –b. Jadi a - b = a + (-b).
Contoh 1 :
Tentukan n jika 3 – 2 = n
Jawab :
Mengurangi 3 dengan 2 sama artinya
dengan menambah 3 dengan lawan 2, jadi 3 – 2 = 3 + (-2 ). Dengan diagram anak
panah dapat diperoleh 3 + (-2)=1. Jadi n = 1
Contoh 2 :
Tentukan n jika -3 – 2 = n
Jawab :
Mengurangi -3 dengan 2 sama artinya
dengan menambah -3 dengan lawan dari 2, jadi -3 – 2 = -3 + (-2). Dengan diagram
anak panah dapat diperoleh -3 + (-2) = -5. Jadi n = -5.
Contoh 3 :
Tentukan n jika 3 – (-2) = n
Jawab :
Mengurangi 3 dengan -2 dama artinya
dengan menambah 3 dengan lawan dari -2, jadi 3 – (-2) = 3 + 2. Dengan diagram
anak panah dapat diperoleh 3 + 2 = 5. Jadi n = 5
Contoh 4 :
Tentukan n jika – 3 – (-2) = n
Jawab :
Mengurangi -3 dengan – (-2) sama
artimya dengan menambah - 3 dengan lawan -2, jadi -3 – (-2) = -3 + 2. Dengan
diagram anak panah dapat diperoleh -3 + 2 = -1. Jadi n = -1.
b.
Sifat – sifat
Pengurangan
1.
Lawan (invers
penjumlahan) dari a adalah – a.
Lawan (invers penjumlahan) dari – a adalah a.
Penjumlahan sembarang bilangan bulat dengan lawannya
selalu menghasilkan nol. Jadi, untuk sembarang bilangan bulat a, berlaku
a + (-a) = (-a) + a
= 0
Contoh :
24 + (-24) = (-24) + 24 = 0
2.
Mengurangi suatu bilangan
sama dengan menambah dengan lawan
pengurangannya. Jadi, untuk sembarang bilangan bulat a dan b selalu berlaku a – b
= a + (-b)
Contoh :
-8 – 4 = -8 + (-4) = -12
-9 – (-10) = -9 +10 = 1
3.
Pengurangan pada
bilangan bulat tidak bersifat
komutatif. Untuk sembarang bilangan bulat a,
b, dan c, maka (a –
b) – c ≠ a – (b – c) dengan a ≠ b ≠ c ≠ 0.
Contoh :
(-10 – 15) – (-20) ≠ -10 – (15 – (-20))
4.
Pengurangan pada
bilangan bulat bersifat tertutup,
karena pengurangan dua bilangan bulat pasti
menghasilkan bilangan bulat juga. Jadi, untuk setiap a, b B, maka
dengan B
himpunan bilangan bulat.
Contoh :
-17 – (-19) = -17 +19 = 2
-17 dan -19 bilangan bulat, 2 ternyata bilangan
bulat juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar