Sabtu, 06 Oktober 2018

Model Pembelajaran Matematika Realistik


Model Pembelajaran Matematika Realistik
1.         Pengertian
          Realistic Mathematics Education adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Dalam matematisasi horizontal berangkat dari dunia nyata masuk ke dunia symbol sedangkan matematisasi vertikal berarti proses/pelaksanaan dalam dunia symbol (www.geocities.com/ratuilma/rme).
          Menurut Freudenthal (Ahmad Fauzan, 2001), aktivitas pokok yang dilakukan dalam Realistic Mathematics Education meliputi : menemukan masalah-masalah/ soal-soal kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter). Hal ini dapat berupa realitas-realitas yang perlu diorganisir secara matematis dan juga ide-ide matematika yang perlu diorganisir dalam konteks yang lebih luas. Kegiatan pengorganisasian seperti ini disebut matematisasi.
          Dalam Realistic Mathematics Education, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Dengan kata lain, siswa mengidentifikasi bahwa soal kontekstual harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami lebih lanjut, melalui penskemaan, perumusan dan pemvisualisasian. Hal tersebut merupakan proses matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku dan dipahami siswa.(Dian Armanto, 2001).
          Menurut I Gusti Putu Suharta ( 2001 : 1 ), pada artikelnya yang berjudul Matematika Realistik : Apa dan Bagaimana” mengatakan bahwa PMR merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan masalah realitik sebagai pangkal suatu pembelajaran dan diharapkan selanjutnya siswa diberi kesempatan menerapkan konsep – konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau masalah dalam bidang lain.

          Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Matematika Realistik ( PMR ) adalah suatu model pembelajaran matematika dimana pembelajarannya menggunakan kejadian-kejadian sehari-hari sebagai dasar pembelajaran. Pada model pembelajaran ini ditekankan pada proses pemahaman konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah pada bidang yang lain, sehingga keaktifan siswa akan terus meningkat.

2.         Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
          Pembelajaran Matematika Realistik ( PMR ) mempunyai lima karakteristik : (1) menggunakan konteks yang real terhadap siswa sebagai titik awal untuk belajar; (2) menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda; (3) menggunakan produksi siswa sendiri atau strategi sebagai sebagai hasil dari mereka ”doing mathematics”; (4) terdapat interaksi yang terus menerus antara siswa yang satu dengan siswa yang lain juga antara siswa dengan guru; (5) keterkaitan antara unit-unit matematika dan masalah-masalah yang ada dalam dunia ini.
3.         Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
          Menurut Asikin (2001 : 2), prinsip utama dalam RME adalah sebagai berikut :
1)   Guided Reinvention Dan Progressive Mathematization
     Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan;
2)   Didactial Phenomenology
     Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya ;
3) Self Developed Models
     Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk formal, artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.





4.         Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
1)    Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
2)    Suasana dalam   proses  pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
3)    Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
4)    Memupuk kerjasama dalam kelompok.
5)    Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
6)    Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7)    Pendidikan budi pekerti, misalnya : saling kerja sama dan menghormati teman yang sedang berbicara.
5.         Penguasaan Materi Ajar Realistic Mathematic Education (RME)
          Menurut Putman (dalam Asmin, 2002 : 6-7), tujuan pengajaran matematika adalah pencapaian transfer belajar. Salah satu aspek penting dalam pencapaian transfer belajar matematika itu agar siswa menguasai konsep-konsep matematika dan keterampilan RME sehingga dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah. Dari semua aspek yang telah dikemukakan di atas, tidaklah mengherankan jika dijumpai kenyataan bahwa penguasaan materi ajar RME dari peserta didik masih perlu dikemas dengan lebih menarik. Lebih dari itu, adanya kenyataan bahwa peserta didik tidak mampu menyelesaikan soal atau masalah yang sedikit saja keluar dari kurikulum atau dari buku paket.
          Menurut Suharta (dalam Asmin, 2002 : 7), dalam pengajaran matematika realistik, dibutuhkan upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika ;(2) fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan masalah matematika realistik harus menetapkan aspek aplikasi dan mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif; (3) mengmbangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah matematika realistik harus mampu dijembatani melalui pengembangan model-model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan masalah, dapat menciptakan kreasi dalam keprbadian siswa melalui aktifitas di bawah bimbingan guru.
6.         Pertimbangan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
          Pembelajaran matematika menggunakan realistik sebagai satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan. Meskipun tak ada cara yang terbaik dalam pembelajaran ataupun cara belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Entwistle (dalam Suherman, 2003 : 150), “There can be no ‘right’ way to study or ‘best’ way to tech...”.
          Menurut Mustaqimah (dalam Asmin, 2002 :10) keunggulan Realistic Mathematics Education adalah sebagai berikut :
1)      karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya ;
2)      suasana dalam proses pembelajaran ;
menyenangkan karena manggunakan realitas kehidupan ;
3)      siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya ;
4)      memupuk kerjasama dalam kelas ;
5)      melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya ;
6)      melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat
7)      pendidikan berbudi pekerti, misalnya : saling kerjasama dan menghormati teman yang sedang berbicara.
          Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya, (Suherman, 2003 : 151) :
1)    bagaimana “guru” menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting point pembelajaran ?
2)    bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar prosedur, algoritma, symbol, skema dan model, oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal?
3)    bagaimana “guru” memberi atau mengarahkan kelas, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai macam pendekatan, atau model penyelesaian, atau algoritma ?
4)    bagaimana “guru” membuat kelas bekerja secara interaktif sehingga interaksi diantara mereka antara siswa dengan siswa dalam kelas kecil, dan antara anggota-anggota kelas dalam presentasi umum, serta antara siswa dan guru?
5)    bagaimana “guru” membuat jalinan antara topik dengan topik lain, dan antara satu simbol dengan simbol lain di dalam rangkaian topik matematika ?

          Sebuah laporan penelitian terhadap implementasi pembelajaran matematika berdasarkan realistik mengatakan bahwa :
1)    sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika ;
2)    pada umumnya siswa menyenangi matematika dengan pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan alasan cara belajarnya berbeda (dari biasanya), pertanyaan-pertanyaannya menantang, adanya pertanyaan-pertanyaan tambahan sehingga menambah wawasan, lebih mudah mempelajarinya karena persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari, di kutip dari Turmudi (dalam Suherman, 2003).
          Beberapa rekomendasi hasil studi tersebut antara lain mengingat bahwa tidak ada cara belajar dan mengajar yang terbaik, dikutip dari Nisbet (dalam Suherman, 2003 : 452), maka pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika .



7.         Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik
          Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’ , Misalnya pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat diawali dengan menjumlahkan antara siswa laki – laki dan siswa perempuan dalam satu kelas dan untuk pengurangan, dapat dilakukan dengan mengurangkan antara jumlah meja dengan jumlah siswa laki – laki sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep – konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, baru dikenalkan istilah operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan RME) di mana siswa sejak awal sudah dicekcoki dengan istilah operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dan beberapa jenis penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
          Jadi, Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.



          RME di sekolah dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1)    guru menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba (karena langkah penyelesaian formal unutk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan) ;
2)    guru mengumpulkan hasil pekerjaan siswa ;
3)    guru mengoreksi hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada penghargaan terhadap keseragaman jawaban siswa dan konstribusi siswa ;
4)    guru dapat menyuruh beberapa siswa untuk menjelaskan temuannya di dalam kelas;
5) dengan tanya jawab, guru baru menunjukan langkah formal yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahului dengan penjelasan tentang materi pendukungnya, (Suyitno, 2004 : 37).

B.       Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Media
1.         Pengertian Media
          Media diartikan sebagai suatu alat perantara antara pemberi dan penerima pesan. Dalam proses pembelajaran pemberi pesan adalah sumber belajar, seperti guru sedangkan sebagai penerimanya yaitu siswa yang sedang belajar. Di lain pihak media juga dapat diartikan sebagai perantara yang menjembatani antara tujuan belajar dan yang belajar (Marpaung, 1991:1).
          Menurut Djamarah dan Aswan ( 2002 : 14 ), kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang dapat diartikan dengan perantara atau pengantar. Dengan kata lain, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
          Dari pengertian – pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu perantara atau pengantar antara pemberi pesan (guru) dengan penerima pesan (siswa) dengan tujuan agar dapat membantu merangsang perhatian, perasaan, pikiran, dan minat siswa pada saat proses belajar terjadi.
2.         Prinsip – Prinsip Pemilihan dan Penggunaan
          Berdasarkan pendapat Sudirman, dikutip oleh Djamarah dan Aswan (2002 : 14) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori dalam pemilihan media pengajaran, yaitu :
a.         Tujuan pemilihan
Dalam memilih media yang digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, untuk sekedar hiburan, untuk pengajaran kelompok atau individu, untuk masyarakat perkotaan atau pedesaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan media yang akan digunakan.
b.        Karakteristik media pengajaran
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu baik dilihat dari cara pembuatan dan cara penggunaan. Memahami karakteristik berbagai pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru dalam kaitannya dengan ketrampilan pemilihan media. Apabila kurang memahami karakteristik media, guru akan menghadapi kesulitan saat menggunakannya.
c.         Alternatif pilihan
Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang diperbandingkan.
          Menurut Nana, dalam Djamarah dan Aswan (2002 :16) prinsip-prinsip penggunaan media adalah :
a)    Menentukan jenis media yang tepat; artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan digunakan.
b)    Menetapkan atau memperhitungkan subyek dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kaematangan dan kemampuan anak didik.
c)    Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam penyajian haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu dan sarana yang ada.
d)    Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat.


3.         Media Berkonteks Lokal
          Media yang berkonteks lokal adalah media yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar sekolah. Misalkan ada salah satu sekolah yang lokasinya berada pada kawasan home industri seperti pembuatan pernak-pernik, penjahit, dan lain sebagainya. Kita dapat membuat suatu media untuk alat peraga dengan memanfaatkan sisa-sisa pernak-pernik atau kain yang sudah tidak dapat terpakai lagi.
Estiningsih, dalam Sukayati (2003:3) menyebutkan bahwa media sebagai alat peraga adalah media pembelajaran yang mengandung atau membawa ciri-ciri dari konsep yang akan dipelajari. Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan sifat keabstrakan dari konsep agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang sedang dipelajari. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi alat peraga, siswa dapat memperoleh pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dalam pembelajaran matematika, media sebagai alat peraga dapat diartikan sebagai media yang dapat mewakili suatu konsep dari matematika. Dalam hal ini media berfungsi sebagai alat untuk menurunkan sifat abstrak dari konsep matematika, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang sedang dipelajari.



C.      Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat
1.         Pengertian Bilangan Bulat
          Bilangan Bulat (integer) adalah suatu bilangan yang terdiri dari bilangan bulat positif atau nol dan bilangan negatif ...,-6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4,...
 

                         -5   -4   -3   -2   -1   0    1    2    3    4    5
                                      Gambar garis bilangan
          Jika seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser ke kanan 1 satuan, maka ia berada di titik 1. Jika seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser ke kiri sejauh 1 satuan, maka ia berada di titik -1.
          Jika seseorang berada di titik 0 kemudian bergeser kekiri 2 satuan, maka ia berada di titik -2. Sebaliknya jika seseorang berada di titik 0 dan bergeser ke kanan 2 satuan maka I berada di titik 2. Bilangan -1 disebut lawan dari 1 dan 1 disebut lawan dari -1 .Demikian juga -2 adalah lawan dari 2 dan 2 adalah lawan dari -2.
2.         Penjumlahan Bilangan Bulat
a.    Cara Penjumlahan
         Penjumlahan bilangan - bilangan bulat dapat ditunjukkan dengan anak – anak panah pada garis bilangan.


Contoh :
3 + 2 = 5
                                                                 5
                                                                          2
                                                           3
 

                       -5   -4   -3   -2   -1   0    1    2    3    4    5    6    7

Contoh 2 :
3 + (-2) = 1

                                                      1
                                                                 -2                    
                                                             3
 

                       -5   -4   -3   -2   -1   0    1    2    3    4    5    6    7


Contoh 3 :
-3 + (-2 ) = -5

                                      -5
 

                                                  -2
                                            -3
 

                       -5   -4   -3   -2   -1   0    1    2    3    4    5    6    7







b.    Invers jumlah atau lawan suatu bilangan
         Pada bilangan bulat terdapat invers jumlsh atau lawan suatu bilangan.
1)   Setiap bilangan positif a dapat tepat dipasangkan dengan satu bilangan negatifnya, yaitu – a.
2)   Setiap bilangan negatif – a dapat tepat dipasangkan dengan satu bilangan positifnya.
         Dengan demikian, jumlah suatu bilangan bulat dengan invers atau lawannya sama dengan nol. Setiap anggota pasangan bilangan tersebut disebut invers tambah atau lawan bilangannya.
c.    Sifat – sifat penjumlahan pada bilangan bulat
1)   Text Box: a + b  =  b + aPenjumlahan dua bilangan bulat berlaku sifat komutatif (pertukaran letak)

Contoh :
a)   1 + 9 = 9 + 1 = 10
b)   8 + (-2) = (-2) + 8 = 6
2)   Text Box: (a + b) + c  =  a + (b + c)Penjumlahan tiga bilangan bulat berlaku sifat Asosiatif (Pengelompokan)



Contoh :
a)   (5 + 7) + 3 = 5 + (7 + 3) = 15
b)   (8 + (-2)) + 5 = 8 + ((-2) + 5) = 11
3)   Penjumlahan dua atau lebih bilangan bulat menghasilkan bilangan bulat (sifat tertutup).
Contoh :
a)   a + b = c                  (a, b, dan c bilangan bulat)
b)   6 + 3 = 9                  (6, 3, dan 9 bilangan bulat)
c)   8 + (-4) = 4              (8, -4, dan 4 bilangan bulat)
4)   Text Box: a + 0 = 0 + a = a0 disebut unsur identitas pada penjumlahan

Contoh :
a)   4 + 0 = 0 + 4 = 4
b)   -11 + 0 = 0 + -11 = -11
3.         Pengurangan Bilangan Bulat
Text Box: a – b = a + (-b)          Pengerjaan hitung pengurangan merupakan lawan dari pengerjaan hitung penjumlahan. Pengurangan dapat dituliskan sebagai berikut :

a.    Cara Pengurangan
         Dengan pertolongan anak panah, kalimat penjumlahan 10 + (-7) = n, diperoleh n = 3. Sedangkan kalimat pengurangan 10 - 7 = n, benar untuk n = 3, Jadi 10 – 7 = 3. Dari sini diperoleh 10 – 7 = 10 + (-7). Karena -7 adalah lawan dari 7 maka diperoleh hasil bahwa mengurangi 10 dengan 7 sama artinya dengan menambah 10 dengan lawan dari 7. Secara umum dapat dikatakan bahwa mengurangi a dengan b sama saja dengan menambah a dengan –b. Jadi a - b = a + (-b).
Contoh 1 :
Tentukan n jika 3 – 2 = n
Jawab :
Mengurangi 3 dengan 2 sama artinya dengan menambah 3 dengan lawan 2, jadi 3 – 2 = 3 + (-2 ). Dengan diagram anak panah dapat diperoleh 3 + (-2)=1. Jadi n = 1
Contoh 2 :
Tentukan n jika -3 – 2 = n
Jawab :
Mengurangi -3 dengan 2 sama artinya dengan menambah -3 dengan lawan dari 2, jadi -3 – 2 = -3 + (-2). Dengan diagram anak panah dapat diperoleh -3 + (-2) = -5. Jadi n = -5.
Contoh 3 :
Tentukan n jika 3 – (-2) = n
Jawab :
Mengurangi 3 dengan -2 dama artinya dengan menambah 3 dengan lawan dari -2, jadi 3 – (-2) = 3 + 2. Dengan diagram anak panah dapat diperoleh 3 + 2 = 5. Jadi n = 5
Contoh 4 :
Tentukan n jika – 3 – (-2) = n
Jawab :
Mengurangi -3 dengan – (-2) sama artimya dengan menambah - 3 dengan lawan -2, jadi -3 – (-2) = -3 + 2. Dengan diagram anak panah dapat diperoleh -3 + 2 = -1. Jadi n = -1.
b.    Sifat – sifat Pengurangan
1.    Lawan (invers penjumlahan) dari a adalah – a.
Lawan (invers penjumlahan) dari – a adalah a.
Penjumlahan sembarang bilangan bulat dengan lawannya selalu menghasilkan nol. Jadi, untuk sembarang bilangan bulat a, berlaku
a + (-a) = (-a) + a = 0
Contoh :
24 + (-24) = (-24) + 24 = 0
2.    Mengurangi suatu bilangan sama dengan menambah dengan lawan pengurangannya. Jadi, untuk sembarang bilangan bulat a dan b selalu berlaku a – b = a + (-b)
Contoh :
-8 – 4 = -8 + (-4) = -12
-9 – (-10) = -9 +10 = 1
3.    Pengurangan pada bilangan bulat tidak bersifat komutatif. Untuk sembarang bilangan bulat a, b, dan c, maka (a – b) – c ≠ a – (b – c) dengan a ≠ b ≠ c ≠ 0.
Contoh :
(-10 – 15) – (-20) ≠ -10 – (15 – (-20))
4.    Pengurangan pada bilangan bulat bersifat tertutup, karena pengurangan dua bilangan bulat pasti menghasilkan bilangan bulat juga. Jadi, untuk setiap a, b  B, maka  dengan B himpunan bilangan bulat.
Contoh :
-17 – (-19) = -17 +19 = 2
-17 dan -19 bilangan bulat, 2 ternyata bilangan bulat juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGERTIAN DAN LANGKAH-LANGKAH MODEL/METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN 1.     Pengertian Model Pembelajaran Istilah model pembela...